"SEMINGGU"



Jum’at 12 April pekan kemarin gue memulai perjalanan hidup yang baru dengan menjadi salah satu orang jakarta. Gue tiba di Soekarno-Hatta jam setengah 10 malam setelah terbang sekitar 2 jam dari kota Palu Sulawesi Tengah. Ada yang menggelisahkan ketika pertama kali gue mengaktifkan HP gue tiba di Jakarta. Kabar gempa.

Telah terjadi gempa di Luwuk Banggai tempat tinggal gue selama kuliah sampai sebelum gue ke jakarta hari itu. Gempa berkekuatan 6,9 magnitudo terjadi sekitar pukul 19.40 malam WITA. Pusat gempa berada di selat laut Kabupaten Banggai dan  Kabupaten Banggai Kepulauan yang juga terasa guncangan gempanya hingga Kabupaten Banggai Laut dan Kabupaten Morowali Utara. Handphone gue bergetar berulang kali, grup whatsapp yang gue miliki ramai semuanya, juga chattingan pribadi teman-teman dan keluarga yang menanyakan kabar gue apakah baik-baik saja di Luwuk. Padahal gue sudah meninggalkan Luwuk Banggai sejak hari kamis. Ya, satu kesalahan gue memang pergi tidak sempat pamit ke semua orang kerabat, teman & sahabat yang ada di Luwuk. Gue hanya sempat pamit kepada keluarga gue dirumah, keluarga (dia), dan beberapa orang terdekat di sekitar gue. Semoga tulisan ini dibaca semua teman, kerabat dan orang-orang baik di Luwuk Banggai yang mengenal gue. Gue sekarang sudah di Jakarta untuk Bekerja. Gue pamit (sejenak) yaa dari Luwuk Banggai. Doain agar gue balik lagi ke Luwuk Banggai dan menua disana. Hehehe

Malam itu di bandara Soekarno Hatta gue langsung mnghubungi beberapa orang untuk menanyakan bagaimana keadaan di Luwuk Banggai. Tapi, alhamdulillah kabar yang gue terima bahwa gempa yang berpotensi tsunami saat itu tidak menimbulkan musibah yang lebih besar lainnya. Hanya satu berita yang valid dari semua kabar hoaks yang tersebar adalah seorang kakek yang syok ketika gempa terjadi melihat banyak orang yang berlarian sampai akhirnya dia meninggal dunia. Innalillahi wainna illaihi rojiun.

Kabar gempa di Luwuk Banggai menjadi awalan perjalanan hidup gue di Jakarta. Tidak ada yang meyangka. Sama halnya gue tidak menyangkan kalo gue bakalan bekerja di Jakarta ibukota Indonesia. Sebelumnya perjalanan gue dari Luwuk Banggai menuju Palu diawali dengan Hujan. Kemudian perjalanan gue menuju Bandara Palu juga hujan. Transit di Makassar pun Hujan. Tiba di Soekarno Hatta, Gempa.

HUJAN + HUJAN + HUJAN = GEMPA.

Apakah ini yang dinamakan semesta bersedih dengan perpindahan gue (?)

Ini ge’er banget. hahaha


Sudah seminggu gue di Jakarta. Pas tiba di Soekarno Hatta pekan kemarin, gue dijemput kak Nico yang bersedia rumahnya menampung gue sementara sampai hari ini. Perjanjian kontrak tentang “penampungan gue” ini sudah disepakati kak Nico sepakati seminggu sebelum gue tiba di Jakarta. Hal ini sudah gue pikirkan jauh hari untuk menemukan tempat tinggal sementara di Jakarta. Sungguh gak lucu kalo gue tiba di Jakarta sejak di Bandara gue gak tahu arah harus kemana. Sementara gue sudah menemukan arah cinta gue kemana. Eh. Eaa. Eaa. Sungguh gak lucu juga jauh-jauh dari Sulawesi, gue malah kerja jadi tukang parkir. Mending gue tetep di Luwuk.

….

Seminggu gue di Jakarta. Gue merasa bukan siapa-siapa. Bukan artis (ya iyalah). Sejak tiba di bandara, gue dicuekkin semua orang. Beda banget rasanya ketika berada di tempat baru yang gue datengi. Biasanya banyak mata yang memandang kedatangan gue. Biasanya abang-abang sopir taksi atau sopir ojek. Yaa iyalah. Di Jakarta pun sama. Orang yang memandang dan mendatangi gue pertama kali adalah abang sopir taksi setelah itu baru kak Nico. Selamatlah gue malam itu dari Bandara.


Seminggu gue di Jakarta. Manusia dimana-mana. Gue diceritain kak Nico bagaimana Jakarta bergerak.  Semua hal bergerak dengan cepat. Dan, hal ini gue temuin pada hari pertama harus masuk kantor. Bangun jam 5 subuh. Gue harus segera mandi. Langsung segera pesan taksi online menuju stasiun KRL bareng kak Nico. Kemudian sampe stasiun kak Nico langsung lari-lari masuk stasiun ninggalin gue. 15 menit kemudian gue baru bisa masuk stasiun dan naik kereta karna harus ngantri beli tiket di loket. Hal yang tidak gue pikirkan ternyata naik KRL pagi hari adalah musibah. Gue dijepit oleh om-om di sisi belakang, oleh mbak-mbak di sisi kanan, oleh bapak-bapak di sisi kiri dan oleh abang-abang yang main hape di sisi depan gue. Titit gue mengenai paha dia. Duh.


Seminggu gue di Jakarta. Perlu waktu kurang lebih 3 jam dari tempat tinggal sementara gue di rumah kak Nico (Bekasi) sampai di kantor gue (Jakarta Selatan). Beruntungnya kantor baru gue gak disiplin-disiplin amat dari kantor gue sebelumnya yang harus absen finger dan apel pagi sebelum kerja. Gue pasti akan telat di hari pertama. Kedua. Ketiga. Keempat sampe gue menemukan pintu ajaib doraemon baru gue aman. Dan gue gak bisa lama-lama seperti itu.

KEJEPIT + LAMA BERDIRI + GAK SARAPAN + KURANG ISTIRAHAT = KEKURANGAN GIZI & KASIH SAYANG.

Ini gak bisa diteruskan. Gue harus berubah. HARUS ! 

Kyaaaaaaaaaaa........ ULTRAMAN COSMOS.


Seminggu gue di Jakarta. Hari pertama kerja gue diminta ngisi psikotes 60 pertanyaan dengan bahasa inggris. Bisa bayangin gimana gue berpikir keras dalam menyelesaikan psikotes itu dengan kemampuan bahasa inggris gue yang tidak pernah meningkat sejak dulu sampai hari itu. Kemudian gue dikirim daftar pekerjaan yang harus gue pelajari dan gue lakuin di email gue dengan bahasa inggris juga. Dan, cara diskusi hari pertama yang disampaikan dengan “bilingual” (bahasa indonesia + bahasa inggris dikit). Sumpah, hari pertama di kantor gue pengen pulang ke dukun atau konsumsi narkoba agar bisa membuat gue cepet pinter sama seperti di film “Lusy”.


Seminggu gue di Jakarta. Naik ojek online yang selalu nanya “di dekat apa bang rumahnya” padahal gue pesen dengan tujuan yang udah detail di maps. Ya mana gue tahu.


Seminggu gue di Jakarta. Pulang pergi naik kereta dan ojek online. Capek berdiri. Makan nasi uduk yang gue gak tahu apa bedanya dengan nasi campur biasa yang pake telor. Sayur kol lalapan tanpa di goreng. Nyari kosan (tempat tinggal kosong tanpa ada property) yang ternyata kalo disini adalah namanya kontrakan. Jadi kalo kosan di Jakarta adalah kamar yang sudah ada tempat tidur dan lemari bahkan ada yang sekalian kamar mandi. Kita tinggal masuk. Beda kalo kontrakan. Kita harus mengisi semuanya dari teras, ruang tamu, kamar, dan seterusnya. Duh. hahaha

Kantor pindahan ke alamat kantor yang baru. Temen psikolog si Wira yang penasaran dengan karakter gue, nyuruh gue gambar pohon, orang, rumah, dan ketiganya. Dapet kartu naik KRL yang sudah terisi saldo lumayan dari Bunda (Ketua Yayasan Lentera Anak). Dan dapet pinjaman laptop kantor. Hahaha. Ini yang menyenangkan sih, jadi bisa nulis ini. Hahaha. Dengan tuntutan tugas pekerjaan yang belum gue kerjain. Hahaha.


Seminggu di Jakarta. Ini keluarga baru gue. Lentera Anak. 



...

Seminggu gue di Jakarta. Kok cepet banget ya. Gue LDR an. Duh. 

Comments

  1. Gw gabisa ngebayangin kalo diposisi elo, kerasnya kehidupan ibukota. Woohh

    ReplyDelete
  2. Kai jadi ikut ikut-an "gw" ๐Ÿ˜‚๐Ÿ˜‚๐Ÿ˜‚ setrong nak rantau, jakarta tak semudah Persibal ke Arsal atau Luwuk ke Batui๐Ÿ˜…

    ReplyDelete
  3. Jakarta tak senikmat pisang louwe goreng pake sambal roa.

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

"MENDUA TIDAK MASALAH"

"HELLO 2025, SIAPA AKU ?"

"KESEMPATAN DAN INTEGRITAS"