"LENTERA & PENDAPAT SEORANG AYAH 5 ORANG ANAK"


          Kami baru saja selesai melaksanakan kewajiban sholat Ashar sore itu. Kami kembali menuju ke meja tempat kami menyeruput kopi hitam dengan takaran yang sesuai di lidah kami masing-masing. Kami adalah dua orang laki-laki lintas usia dan masa. Gue lelaki menuju 25 tahun dengan banyak visi misi di kepala dan mas Koko seorang ayah dari 5 orang anak dengan pengalaman masa mudanya yang katanya sangat berbeda dengan gue. Btw tidak perlu gue sebutin usianya lah yaa. Melanggar etika penulisan. Hahaha

          Kami kembali berbincang-bincang untuk menunggu selesainya aktifitas kegiatan yang sedang berlangsung di dalam aula tepat di belakang meja kami. Mas Koko memulai percakapan ke gue saat ini.

“Gimana Ram, perasaan kamu bekerja di Lentera sampai hari ini ?”

“Wah Mas ko, aku tuh setiap hari harus selalu bersyukur karena bisa berada didalam lingkaran ini.”

“Kenapa bisa?” Mas Koko melanjutkan pertanyaan yang seakan ingin mengetahui jawaban gue lebih rinci.

“Iya Mas Ko. Aku benar-benar merasa senang. Aku tidak pernah menyangka kalo aku akan bekerja di Jakarta. Bekerja sosial dengan orang-orang kreatif dikantor. Bertemu dengan banyak pemuda keren yang juga pekerja sosial lainnya. Sama sekali aku tidak pernah terpikirkan hal itu. Bunda itu menghubungi aku, memberikan penawaran pekerjaan ini sejak pertengahan tahun 2018, dan saat itu aku masih punya pekerjaan yang tidak bisa kulepaskan begitu aja. Aku juga meragukan diri aku apakah bisa aku bekerja di Ibukota. Dan waktu itu mengatakan aku tidak bisa, karena sudah memiliki pekerjaan. Mungkin kalo untuk tahun depan aku bisa pertimbangkan. Kemudian september aku kembali ditanyain Bunda dari pesan Whatsapp. Tawaran kedua ini aku menjawab untuk minta waktu memikirkannya. Aku akan hubungi Bunda sebelum tahun 2018 selesai. Sampai akhirnya bulan november aku yang hubungi Bunda untuk bertanya apakah tawaran pekerjaan ke aku itu masih ada. Dan aku bertanya-tanya apa yang membuat Bunda mau menawarkan pekerjaan ini ke aku, sementara di Jakarta dan Pulau Jawa itu lebih banyak anak muda yang hebat dari aku. Bunda menjawab “Ituisi” bunda memilih kamu, yang sebenarnya memang ada beberapa nama yang menjadi pilihan. Maka setelah komunikasi itu, aku membulatkan tekad untuk siap bekerja di Jakarta dan melepaskan pekerjaan sebelumnya di akhir 2018. Tibalah aku di Jakarta dan bekerja bersama Lentera sampai hari ini Mas Ko. Bekerja di Lentera sampai hari ini itu membuat aku terus belajar. Aku harus kreatif, banyak mencari jejaring, banyak diskusi ide-ide, dan banyak makan. Hahaha...” Jawaban akhir ini membuat Mas Koko tertawa. Kemudian gue lanjutkan.

“Aku merasa bahagia dengan hal-hal itu Mas Ko. Mungkin benar apa yang teman-teman aku bilang kalo bekerja di Lentera ini passion aku banget. Dan sepertinya aku memang bukan orang bisa berada di peraturan-peraturan pekerjaan yang membatasi aktifitas aku Mas Ko. Makanya aku benar-benar merasa beruntung mas Ko. Tapi aku sebenarnya masih merasakan keraguan apakah aku sudah sesuai yang dibutuhkan di Lentera Mas Ko. Hehehe...”

“Waaah kok gitu ? gak boleh gitu dong...” Mas Koko.

“Kamu itu dipilih ya karena kami percaya kamu bisa mengambil tugas pekerjaan yang kami butuhkan. Kamu harus yakin dengan itu. Aku itu, waktu bunda bilang ada “Rama” dari Banggai mas Ko yang keren. Dia bisa mengisi tugas ini. Aku tidak pernah tahu kamu yang mana. Sampai ketemu kamu di Kantor lama, beraktifitas bersama kamu, sampai hari ini aku merasa kamu udah cocok di tugas yang kami butuhkan. Mungkin kamu hanya butuh waktu untuk benar-benar memahami siklus kerja, dan kebutuhan-kebutuhan Lentera yang kamu belum ketahui semuanya. Itu bisa kok kamu mengerti.” Kata mas Koko yang lebih panjang jawaban gue.

“Gitu yaa Mas Ko (?)” entah ini gue bertanya atau memberi pernyataan.

“Iya gitu. Tahu gak aku tuh pernah ngomong ke Bunda dengan situasi Lentera yang saat ini bahwa Lentera sudah saling melengkapi semuanya. Udah lengkap. Dulu tuh belum kayak gini, kocar kacir kita. Bunda dan aku harus ekstra kerja untuk nyiapin banyak hal sampai lembur terus hampir setiap hari. Sekarang sudah enak. Bisa saling mengisi kebutuhan. Jadi lebih ringan pekerjaan. Makanya aku bilang bunda untuk dipertahanin aja yang sekarang. Ya meskipun kita gak tahu diantara kita tentu punya pilihan hidupnya masing-masing kan...” Mas Koko.

“Sekarang aku tanya kamu betah gak di Lentera ?” Mas Koko kembali bertanya.

“Kalo ditanya betah, aku betah banget Mas Ko. Cuman aku tuh punya rencana panjang gitu untuk kembali ke Banggai. Aku tuh merasa, sedang meninggalkan banyak jejak di Banggai yang aku ingin terus lanjutkan Mas Ko. Makanya cita-cita aku sekarang menjadi Bupati Banggai. Hahaha.” Gue akhiri dengan tertawa, sementara mas Koko hanya senyum terlihat giginya.

“Wah kalo gitu bakalan pulang ke Banggai nih ?” Mas Koko kembali Bertanya.

“Yaa Enggak sekarang-sekarang banget lah Mas Ko. Aku masih mau banyak belajar di sini (Jakarta) bersama Lentera. Aku juga ini sekolah lagi sambil tetep bekerja di Lentera. Dan belum kebanyang akan  sampai kapan aku ada di Jakarta” gue.

Mas Koko kembali tersenyum dengan memperlihatkan giginya mendengar jawaban saya.

“Sekarang tuh kamu sudah menjadi pemimpin Ram. Memimpin diri kamu sendiri, memimpin aktifitas pekerjaan kamu, memimpin anak-anak PM (Pembaharu Muda 2.0). Jadikan ini proses kamu belajar menjadi pemimpin yang benar-benar. Cita-cita kamu sangat bagus, tapi yaa gitu mulai bangun kepemimpinan yang itu dari hal-hal kecil disekitarmu.”

“Iyaa Mas Ko. Sebelum menjadi pemimpin besar, aku harus memimpin yang kecil terlebih dahulu. Memimpin rumah tangga duluan yaa Mas Ko. Hahaha...”

Kali ini Mas Koko berhasil gue buat tertawa. Hahaha.

“Pertanyaannya sudah ada belom calonnya ?” Mas Koko memberi pertanyaan yang sepertinya memang sengaja menyudutkan gue.

“Ini sulit dijawab Mas Ko.Hehehe...” gue.

“Kok sulit ? Kalo udah ada pilihannya langsung aja Ram. Gak perlu takut. Kamu mau nikah muda kan?” Mas Koko nyeletuk.

Belum sempat gue jawab, Mas Koko melanjutkan pertanyaannya.

“Emang kamu nyari yang kayak gimana ram ? orang Jakarta ?” Mas Koko.

“Hehehe. Enggak Mas Ko. Saya ingin dapat orang Banggai Mas Ko. Biar saya punya keluarga di Banggai. Biar bisa membangun cita-cita saya di Banggai, melanjutkan jejak-jejak di Banggai mas ko. Hehehe.” gue.

“Trus, udah punya pilihan itu di Banggai ?” tanya Mas Ko.

“Doakan aja ya Mas Ko. Hehehe” gue bales dengan tawa yang tipis-tipis. Mas Koko pun melakukan hal yang sama sembari meleparkan kepalanya sedikit ke belakang dan merubah arah pandangnya beberapa detik kembali ke gue.

“Kalo udah ada, yaudah langsung aja. Jangan khawatir. Yang penting dia menerima kamu dan siap jalani hidup sama-sama, pasti akan indah. Aku tuh pernah tanya sama perempuan yang aku temui, maksudnya teman ya. Apa yang kalian inginkan dari seorang laki-laki untuk bisa menjadi suami kalian. Rata-rata yaa jawaban mereka itu berstandar. Ganteng, tinggi, paham agama, banyak uang, terkenal dll. Sebenarnya tidak ada yang salah dengan hal ini. Wajar. Tapi sebenarnya menurut aku hal yang paling utama adalah mencari seorang laki-laki itu yang punya niat untuk menikah. Masalah ganteng, tinggi, putih itu sebenarnya hanya fisik. Kalo paham agama, banyak uang, terkenal itu sesuatu yang bisa dibangun bersama-sama. Standar itu yang menjadikan banyak temen-teman aku nih yang perempuan lama menikah. Nyarinya berstandar. Menikah itu ibadah, Allah pasti kasih jalan-jalan rezeki kita setelah menikah. Lebih banyak malah. Aku bilang, kalo nunggu kaya baru mau nikah, jadinya malah hilang ladang pahala. Karena gak bisa merasakan naik turunya kehidupan. Serius. ”

Suasana ini menjadi seperti sebuah amanat untuk gue pribadi agar segera menikah.

“Kamu mau nyari yang pekerja juga atau gak ?” Mas Koko.

“Nah ini aku minta pendapat seorang Mas Koko” gue.

“Kalo menurut aku gak usah cari yang pekerja. Karna sejatinya istri dirumah itu sudah punya pekerjaan dan tanggungjawab yang berat. Merawat anak. Tapi bukan berarti kamu tidak membantu dia dalam perkerjaan dirumah. Intinya tuh saling melengkapi.”

“Aku tuh dulu dengan istri aku, kita sekantor ram. Kita menikah. Dan gaji dia tuh lebih besar dari gaji aku, karna yaa posisi jabatan dia memang di atas dari aku. Kami memutuskan untuk salah satu dari kamu harus keluar agar tidak terjadi conflict interest di dalam kantor. Awalnya ya kita punya kekhawatiran keuangan, karna pasti akan hilang salah satu pemasukkan dari kita kan. Dan akhirnya istri aku yang memilih berhenti dari pekerjaannya. Sumber keuangan jadinya tinggal dari aku, yaa secukupnya dan aku tuh harus pulang pergi jauh dari rumah ke kantor Ram. Aku Cuma punya libur hari minggu doang. Lahir anak pertama istri merawatnya dirumah dan aku ngantor dengan jarak yang jauh. Kemudian lahir anak ke-dua nah saat ini nih, istri aku berpikir untuk bekerja juga buat nambahin pemasukkan. Akhirnya dia cari kerja, diterima. Anak kita, kita titip di orang tua. Tapi malah jadinya berantakan kita, sama-sama capek, gak ada waktu dan malah gak pernah cukup gaji kita. Sampai akhirnya aku suruh dia berhenti kerja dan merawat anak-anak saja. Ya dia berhenti kerja. Aku masih kerja kantor lama, bolak balik pagi pulang malam waktu bersama anak-anakku cuman hari minggu. Tapi aku berdoa ram, agar dapat pekerjaan yang lebih baik dan punya waktu yang banyak bersama anak-anakku. Tak lama itu langsung Allah kabulkan Ram. Aku dapat pekerjaan yang lebih tinggi gajinya, lebih dekat dari rumah, dan sabtu minggu libur. Pelajarannya disini apa ? Jangan khawatir Rezeki setelah menikah. Karna pas kita khawatir, aku sebagai orang yang udah ngalamin malah menjadi tidak teratur semuanya.”

“Jadi kamu kalo sudah punya niat, sudah punya calon yang ingin kamu jadikan orang untuk menemani kamu, yakin Allah balakan kasih yang lebih. Tapi yaa yang penting kamu tidak lupa kewajiban ibadah kamu.” Sambil tersenyum Mas Koko memberikan akhir pendapatnya.

“Sebenarnya iya gitu sih yang aku inginkan Mas Ko. Aku gak mau istriku bekerja. Cukup aku yang bekerja. Tentu aku berusaha untuk mencari kecukupan untuk hidup aku dengan istri dengan anak nanti.”gue.

“Iya memang bagus begitu. Tapi balik lagi udah ada yang mau kamu jadikan istri belom ?”

Mas Koko memberi celetuk ke Gue.

“Hehehehe...” gue cengar cengir setelah beberapa detik berpikir.

“Coba aja, kalo sudah dilakuin selanjutnya itu urusan Allah.”

Sampai akhirnya. Tiba-tiba.

“Ini kunci kamar Mas Ko, sudah bisa masuk ke kamar”. Icha memberikan kunci kamar penginapan selama kegiatan 3 hari di tempat pelatihan itu kepada Mas Koko. Dan waktu menunjukkan beberapa menit lagi Maghrib datang.

Mas Koko bergegas mengambil barang-barangnya bersama Hariadi dan Alif untuk dibawa menuju kamar mereka. Gue tidak sekamar bersama mereka. Gue sekamar berdua doang bersama kak Agung di kereta untuk aktifitas pekerjaan lainnya. (Eh emang kereta ada kamar ya ?). Ralat. Sekamar bersama kak Agung di Hotel kota Purwokerto keesokan harinya. Dan gue hampir telat ketiggalan kereta.

Sebenarnya percakapan itu muncul karena kami (gue dan Mas Koko) sedang tidak mendapat tugas pekerjaan yang harus dilakukan sore itu. Juga menunggu kamar yang tak kunjung-kunjung siap untuk kami gunakan dari pihak Villa.

Ada banyak percakapan yang tidak gue tuliskan. Memang sengaja. Karena akan kepanjangan tulisan ini. Sementara untuk menulis ini aja gue menghabiskan 3 jam lebih, 1 kopi hitam, 1 wafer coklat 175 gram (gak perlu sebut brand image ya) baru bisa selesai.

Beberapa hal yang tidak sempat gue tuliskan adalah visi dan misi hidup gue yang mendapat banyak masukkan dari Mas Koko dan cerita cinta gue yang gue rasa tidak perlu untuk di publikasikan. Gue khawatir bakalan banyak yang patah hati. Wkwkwk

Gue lebih menyukai menuliskan pengalaman ini dari pada menuliskan pengalaman KKN Di Desa Penyanyi. Lah.

Catatan : Ini adalah sebuah pendapat dari pengalaman seseorang yang benar-benar mengalaminya. Bukan berarti gue gak setuju kalo perempuan bekerja kantoran. Setiap orang tentu punya pilihannya masing-masing. Dan gue dengan Mas Koko memiliki pandangan yang sama. Tapi gue punya pandangan tambahan untuk perempuan yang memang ingin bekerja bersama suaminya. Pekerjaan yang ideal jika ingin membantu suami adalah pekerjaan yang tidak benar-benar menyibukkan diri dan menghabiskan waktu anda bersama keluarga. Seperti Guru, Penulis, Pengusaha atau Dosen. Eh kayaknya kalo dosen tetep sibuk yaa (?) yaa intinya adalah itu. Selama pekerjaan itu tidak membuat perempuan lalai dari tanggungjawabnya sebagai seorang ibu.

Dan menurut gue sebenarnya perempuan punya waktu kesempatan bagus untuk berkarir/bekerja, yaitu setelah selesai pendidikan dan belum ingin menikah (belum ada yang melamarnya). Disaat itulah gunakan kesempatan untuk merasakan diri berkarir/bekerja. Tapi jika kemudian datang seorang lelaki kepada kalian untuk kebaikan hidup bersama, gue yakin kalian akan berpikir dan menentukan pilihan sendiri. Berkarir atau menjadi ibu yang baik dan selalu ada untuk anak-anaknya.

Selamat memilih. ^^

Comments

Popular posts from this blog

"MENDUA TIDAK MASALAH"

"HELLO 2025, SIAPA AKU ?"

"KESEMPATAN DAN INTEGRITAS"