"TEMAN PERJALANAN"

Gue yakin setiap kita pasti pernah bertemu seseorang yang kita tidak pernah ketahui namanya sampai hari ini. Sebuah pertemuan-pertemuan singkat yang cukup memberi pelajaran hingga pengetahuan penting dari seseorang tersebut. Namun serigkalinya kita lupa siapa nama seseorang itu. Dari mana ia berasal. Untuk apa dia melakukan perjalanan.

Tulisan kali ini membuat gue kembali untuk mengingat orang-orang yang telah menjadi teman perjalanan sepanjang usia 26 tahun dan masih jomlo ini (sebuah kode untuk perempuan yang jomlo juga).

Kemarin pada tanggal 31 Agustus 2021 dalam perjalanan gue kembali ke Jakarta yang penuh dengan keadaan tidak baik-baik saja, gue dapat teman perjalanan selama di atas pesawat. Seorang mas-mas berasal dari Jogja yang selalu pulang pergi Jakarta – Luwuk setiap bulannya karena tanggungjawab pekerjaannya di perusahaan migas BUMN. Dan, seorang ibu militer yang kembali ke Jakarta setelah menuntaskan rindu kepada suaminya yang harus bertugas di Ambon menuju 2 tahun.

Gue ceritakan mas-mas dulu karena gak ada mbak-mbak. Jokes macam apa ini.

Kita perlu sepakati inisial seseorang tersebut jika seorang mas-mas maka namanya Mas Agus. Jika seorang mbak-mbak namanya Mbak Ayu. Jika seorang ibu-ibu namanya Ibu Siti. Jika seorang bapak-bapak namanya Pak Wisnu. Jika seorang jomlo namanya Rama Tantra. OKE FIX. SEPAKAT!

….

Teman perjalanan pertama adalah Mas Agus dalam perjalanan diatas pesawat menuju Jakarta akhir bulan Agustus kemarin. Ia seseorang yang introvert dan sangat tidak menyukai travelling. Di Banggai ia hanya sekedar melaksanakan tanggungjawab pekerjaannya di site (di laut) selama 4 minggu, kemudian ia off dari pekerjaannya selama 2 minggu dan tentunya ia gunakan pulang Jakarta untuk menemui istrinya. Ya. Mas Agus lelaki yang sudah menikah kurang lebih 3 tahun. Namun entah gue lupa atau memang gue rasa tidak perlu tahu apakah mas Agus sudah memiliki buah hati atau belum. Hehehe.

Sebab mas Agus adalah lelaki asli Jogja, percakapan gue bersamanya ngalor ngidul mulai dari tentang mengapa ia tidak menyukai travelling, dan jawabannya cukup dengan “tidak suka aja”. Titik. Kemudian lanjut tentang usaha angkringan hingga berakhir pada kita akhirnya saling bertukar nomor setibanya di bandara Soekarno Hatta. Perlu diketahui juga percakapan gue dengan mas Agus menggunakan bahasa bilingual (Indonesia – jawa). Hebat kan gue ? tentu tidak. Dan biasa saja. Hehehe.

….

Teman perjalanan kedua adalah Ibu Siti (inisial yang sudah disepakati diatas). Gue cukup kaget saat mengetahui latar belakangnya dari percakapan awal kita. Ia adalah seorang Intel TNI. Sekali lagi Intel TNI. Bukan yang dipakai saat kedinginan. Itu MANTEL. Oke. Jokes macam ap aini.

Setelah mengetahu hal tersebut gue jadi makin sok asik bertanya-tanya ke ibu Siti. Mulai dari apa yang ia lakukan di Ambon. Ternyata ia memiliki hubungan jarak jauh dengan suaminnya yang harus bertugas di Ambon. Ia sudah 2 minggu berada di Ambon menemani suaminnya. Makai a harus kembali bekerja di Jakarta.

Ibu siti sudah memiliki 2 buah hati yang menuju remaja. Ada hal yang paling menarik dari perbincangan kita dari pada tentang latar belakangnya maupun hubungan jarak jauh dengan suaminya. Bahwa ia belum lama kembali dari Afrika menjalankan tugas kemanusiaan dan perdamaian di suku padalaman Afrika.

Namun ia merasakan sebuah kekecewaan atas tanggungjawab yang seharusnya ia lakukan cukup 6 bulan berada disana menjadi lebih dari 2 tahun. Ya. Selama waktu tersebut ia tidak bisa pulang ke Indonesia. Artinya ia tidak bertemu suami dan kedua buah hatinya selama lebih dari 2 tahun. Gue gak bisa membayangkan sebuah kesabaran yang luar biasa harus dimiliki ibu Siti dan suaminya. Gue 4 jam gak pipis aja udah panik dan harus ke toilet, bagaimana dengan 2 tahun tidak ketemu keluarga. Sangat tidak aple to aple ya mas Rama. Hehehe.

Selain dari itu, ia juga mengatakan bahwa menjalankan tugas tanggungjawab di daerah pedalaman Afrika itu adalah sebuah ketidakpastian apakah ia bisa kembali dengan sehat atau kembali menjadi jenazah. Hal itu ia sampaikan karena tugas menjaga kedamaian di daerah tersebut sengat berat dan sulit.  

Permasalahaan di daerahnya adalah peperangan antar suku, kelaparan, kemiskinan dan kekuasaan. Ia menemui anak-anak yang bisa makan makanan busuk, minum air genangan hujan, dan anak kecil yang sudah bisa berjalan dengan baik akan ditinggalkan orang tuanya untuk hidup tumbuh sendiri menjadi manusia dewasa hingga tua. Separah itu. Sangat sulit dibayangkan. Namun kenyataannya seperti itu.

Peperangan antar suku terjadi karena saling merebut kekuasaan. Sebab masyarakat disana ternyata harus berpindah-pindah untuk hidup (tidak memiliki tempat tinggak tetap). Sehingga terjadi perebutan wilayah untuk bisa tinggal disuatu wilayah. Ada 2 anggota TNI kita yang meninggal terkena tembakan masyarakat (red : mereka disana bebas memiliki senjata api) dalam upaya mendamaikan peperangan antar suku. Ngeri gak. Bahkan beberapa kali terjadi penjarahan pada transportasi yang membawa logistik untuk TNI kita disana.

Ibu Siti menceritakan banyak hal tentang apa yang ia alami selama di Afrika sekaligus memperlihatkan dokumentasi foto dan video yang ia ambil disana. Ia cukup kaget dan sulit menyadari bahwa ternyata masih ada kehidupan ‘kurang berperikemanusiaan’ di jaman saat ini. Beruntunglah kita masih berada di Indonesia.

Gue bisa meneceritakan lebih banyak hal secara langsung tentang Ibu Siti sebagai salah satu teman perjalanan gue. Namun bukan di tulisan ini. Hehehe.

….

Teman perjalanan ketiga adalah Ayu (sesuai inisial yang sudah disepakati). Seorang perempuan berparas cantik berasal dari lombok dalam proses pendidikan tinggi dalam negeri.

Kejadian ini gue inget terjadi di bulan Mei tahun 2017 setelah gue mengikuti rangkaian kegiatan di Jakarta. Kemudian gue travelling ke Bandung dan pulang ke Surabaya. Hal yang menyenangkan saat itu kita bisa memandang wajah semua orang dengan baik, tanpa ditutupi masker seperti saat ini. Yang membuat kita sulit mengenali dan memandang wajah orang lain apalagi cewek. Huft. Hahaha.

Saat itu dari kota Bandung gue menggunakan transportasi bus executive untuk pulang menemui keluarga gue (ibu dan kakak) di Surabaya. Hujan turun mengawali perjalanan bus keluar kota Bandung hingga berhenti sejenak di Purwakarta. Dari sanalah mbak Ayu masuk bus kemudian duduk di sebelah gue yang memang sedang kosong.

Semenjak berjalan dari depan pintu bus, gue memandanginya. Gue enggan memandangi supir bus. Sepet. Yaiyalah Ram. Ngapain. Hehehe.

Ia berjalan dengan perlahan. Kemudian berhenti tetap di barisan kursi gue. Ia meletakkan tasnya di atas kabin bagasi dan langsung duduk di sebelah gue. Oh tuhan. Hujan sedang turun. Gue jomlo. Kau hadirkan perempuan berparas cantik tepat disebelahku menemani perjalanan 24 jam hingga tiba di Surabaya. Sungguh gue berharap mbak Ayu adalah jodoh gue waktu itu. HAHAHA.

Mbak Ayu adalah seorang mahasiswa atau disebut calon praja (kalo gak salah) karena sekolah di Institute Pendidikan dalam Negeri. Ia melakukan perjalanan ke kota Malang untuk sekedar liburan sekaligus mengunjungi teman baiknya disana. Gue saat itu sudah sarjana Kesehatan masyarakat sejak akhir tahun 2016. Gak penting banget informasi ini. Sebagai lelaki jomlo dalam perjalanan dibawah hujan berusaha untuk mengajak berbincang-bincang sebelum berakhir ngantuk.

Setiap gue bertanya, ia dengan anggun menjawabnya. Sebaliknya ketika mbak Ayu bertanya, gue dengan goblok menjawabnya.

Yang penting untuk diketahui adalah saat itu gue membacakan beberapa judul tulisan gue dalam buku “10% Manusia” yang saat itu dalam angan ingin gue bukukan. Ia tertawa membacanya. Dan itu menjadi energi semangat untuk gue mewujudkan terbit buku “10% Manusia” gue.

Kami berbincang-bincang sebisanya selama perjalanan. Sampai keesokan paginya, sekitar satu jam lagi gue harus turun di Surabaya gue udah memikirkan kalimat dan kata-kata yang pas untuk tahu namanya dan minta nomor kontaknya sebelum turun. Namun ternyata gue tidak percaya diri dan hanya bisa mengatakan “sampai bertemu lagi ya...”

Gue inget balasan yang ia ucapkan adalah “hati-hati kak, salam tuk keluarga. Semoga bukunya segera terbit…”

Hmmm.

….

Teman perjalanan keempat adalah Pak Wisnu (sesuai inisial yang disepakati). Ia seorang kontraktor. Dalam perjalanan pulang mudik tahun 2019 dari Jakarta menuju Surabaya gue tepat bersebelahan dengan pak Wisnu dalam bus executive yang sama.

Bus kami berangkat dari terminal Pulo Gebang sekitar pukul 17.15 WIB. Pak Wisnu sudah lebih dahulu duduk di bangkunya tepat disebelah jendela. Kali ini pak Wisnu adalah seseorang yang memulai lebih dulu percakapan-percakapan panjang kita selama perjalanan.

Dimulai dari ia menanyakan gue mo kemana. Padahal jelas-jelas kita tahu bersama bahwa bus kita menuju Surabaya. Hahaha.

Percakapan bersama pak Wisnu adalah gue menceritakan panjang dan detail perjalanan hidup gue kepada beliau. Sebab beliau kebingungan kenapa gue dari Surabaya bisa ke Gorontalo, kemudian ke Banggai hingga akhirnya di Jakarta. Kepada pak Wisnu gue memperkenalkan sekaligus perlihatkan keindahan wisata Banggai dan Gorontalo. Namun lebih banyak gue mempengaruhinya untuk dating ke Banggai.

Sebagai seorang kontraktor, pak Wisnu sudah sering keluar kota/kabupaten di Indonesia. Namun kabupaten Banggai, ia baru mendengar dan mengetahuinya dari gue. Dan dia sangat tertarik untuk bisa datang ke Banggai untuk berlibur (mungkin sekaligus prospek proyek apa yang bisa ia lakukan disana).

Hingga akhirnya ternyata pak Wisnu turun dari bus sekitar pukul 3 dini hari sebelum sampai di kota Surabaya.  Entahlah gue lupa nama kabupatennya. Pokoknya 4 jam sebelum tiba di Surabaya jika kita naik bus dan melewati jalan Tol.

….

Teman perjalanan kelima adalah Ayu II (sesuai inisial yang disepakati). Seorang perempuan dalam penerbangan menuju Surabaya.

Gue inget dalam perjalanan pulang ke Surabaya dalam duka kepergiaan kakak kandung gue rahimahullah pada bulan Juni 2018. Dari Luwuk Banggai gue harus tiba-tiba berangkat ke Surabaya ketika mendapat kabar kepergiaan kakak gue. Namun sayangnya gue tidak mendapat jadwal penerbangan yang bisa tiba di Surabaya dengan cepat di hari yang sama. Gue harus harus bermalam di bandara Sultan Hasanuddin Makassar hingga esok harinya pukul 6.30 pagi baru gue dapat pesawat menuju Surabaya.   

Dalam perjalanan diatas pesawat ini dengan perasaan kesedihan, Ayu adalah perempuan yang tiba-tiba langsung memberikan tangannya untuk berkenalan sebelum pesawat take off. Sayangnya gue lupa hingga hari ini siapa namanya. HAHAHA.

Ia seorang perempuan dalam perjalanan menuju Malang sebagai volunteer tenaga Kesehatan (perawat) yang mendapat panggilan dari salah satu Lembaga yang gue juga lupa namanya. HAHAHA.

Ia perempuan yang aktif, energik dan penuh keceriaan. Mungkin tuhan sengaja menghadirkan dia dalam perjalanan gue untuk menghilangkan kesedihan. Dan benar ia cukup aktif membawa gue ke percakapan-percakapan yang berbobot.

Kita bicara tentang partisipasi kerelawanan. Kemudian Ide dan rencana-rencana baik yang ia miliki untuk daerahnya. Hingga percakapan tentang peran perempuan yang ia tanyakan kepada gue sebagai seorang lelaki. Kita saling memberikan pendapat dan menerimanya. Kita hanya menemukan 1 pendapat yang berbeda dari semua perbincangan yang terjadi. Dan bukan sebuah masalah.

Ayu II dengan usiannya yang lebih muda dari gue saat itu baru selesai kuliah, gue merasakan ia bisa menjadi perempuan hebat yang bisa menggerakkan kebaikan di sekitarnya dimasa depan. Rasa percaya diri dan ide/inisiatif kebaikan yang ia sampaikan ke gue membuat gue juga ikut merasakan bahwa sangat penting untuk kita menjadi orang baik. Ditambah Ia yang sangat suka membaca buku tentu menjadikannya perempuan yang diatas rata-rata.

Sayangnya, dan lagi gue tidak meminta kontaknya hingga melupakan namanya. Mungkin karena ia adalah teman perjalanan dalam keadaan perasaan gue yang bersedih sehingga tidak fokus memikirkan hal lainnya.  Tapi ada satu hal menarik yang bisa gue tulis dari perjalanan kesedihan bersama percakapan gue dengannya adalah sebuah sajak singkat tentang perempuan.

 

Perihal perempuan

Tercipta dengan kelembutan

Pandai menyimpan lara

Kuat menghadapi luka

Menyimpan rapi cintanya

Melukai hati perempuan adalah sama halnya

Kau gagal menjadi seorang lelaki.

Rama Tantra, Juni 2018

….

Lima teman perjalanan dalam tulisan singkat ini adalah pilihan dari beberapa teman perjalanan lainnya yang gue temui. Mungkin saja akan gue tulis lagi di tulisan-tulisan selanjutnya.

 

Bagaimana dengan Teman Perjalanan mu ?

Boleh dishare ya buat gue baca. Pasti menarik!  

 

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

"MENDUA TIDAK MASALAH"

"HELLO 2025, SIAPA AKU ?"

"KESEMPATAN DAN INTEGRITAS"